Langsung ke konten utama

Resistensi: Rela Gunakan Antibiotik dengan Abai?

(Mocha)


Kenapa sih dokter kadang suka banyak mikir dulu sebelum meresepkan antibiotik? Mengapa juga apoteker jadi rempong ketika hendak menyerahkan antibiotik, apalagi yang tanpa resep, bisa ogah banget. Namun tak sedikit dokter yang mudah menuliskan resep antibiotik. Demam baru sehari atau dua hari, diare sebentar, batuk sekejap dikasih antibiotik. Begitu pula ada apoteker yang baru diceritakan pendek tentang penyakit pasien langsung disarankan antibiotik. Lebih-lebih pasien bisa menyebutkan nama antibiotiknya, cus deh antibiotik langsung diberikan oleh 'penjaga’ apotek.

Pernah menemukan kondisi pertama dimana mereka para tenaga kesehatan sulit merelakan antibiotik, atau selalu ketemu dengan kondisi kedua yang berkebalikan dengan keadaan pertama? Kalau kondisi pertama sering Anda temui, bersyukurlah bahwa Anda diperhatikan oleh mereka, para tenaga kesehatan.

Antibiotik merupakan satu dari sekian banyak jenis obat. Antibiotik berguna untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Pencegahan yang dimaksud biasanya untuk mengantisipasi infeksi menjelang operasi bedah. Sementara pada pengobatan digunakan untuk mengobati penyakit tertentu yang disebabkan bakteri seperti tuberkulosis, tifus, atau infeksi bakteri lainnya.

Terdapat beragam golongan antibiotik. Penggolongan antibiotik didasarkan atas karakter aslinya atau cara antibiotik dalam memberikan efek pada bakteri. Golongan tersebut membentuk level kekuatan tertentu yang akan digunakan sesuai jenis dan tingkat keparahan penyakit. Selain itu, kepekaan pasien dan bakteri yang menginfeksi juga turut mempengaruhi pemilihan antibiotik.

Sama halnya dengan aturan penggunaan obat pada umumnya, antibiotik hanya boleh digunakan sesuai fungsinya, yakni mencegah dan mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik tidak dipakai untuk mengobati infeksi virus atau jamur. Tak seharusnya menggunakan antibiotik tanpa adanya infeksi atau risiko terinfeksi bakteri. Satu resep antibiotik juga tak dapat dibagi dengan pasien lain meskipun penyakitnya sama. Aturan penggunaan antibiotik diterapkan dengan maksud agar antibiotik bekerja secara efektif.

Aturan yang acap kali diserukan tenaga kesehatan adalah arahan untuk menghabiskan antibiotik yang telah diresepkan. Antibiotik yang diresepkan harus dihabiskan agar bakteri yang hendak dibasmi benar-benar tak mampu tumbuh lagi atau bahkan dihabisi hingga mati. Tindakan ini menjadi salah satu upaya untuk mencegah bakteri membentuk pertahanan baru akibat paparan antibiotik yang tak tuntas.

Antibiotik biasanya diresepkan untuk 7-14 hari penggunaan. Antibiotik sebisa mungkin dikonsumsi pada jam yang sama tiap harinya. Kedisiplinan terkait waktu penggunaan antibiotik juga merupakan usaha agar bakteri tak mampu menghasilkan perlindungan bagi dirinya. Penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang tidak tuntas berisiko menyebabkan resistensi antibiotik.

Resistensi antibiotik ialah keadaan dimana antibiotik pada dosis lumrah tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana lazimnya, yakni menghambat atau membunuh bakteri penyebab infeksi. Dosis lumrah atau biasa disebut dosis lazim merupakan dosis dimana suatu obat dapat memberikan efek menyembuhkan. Namun hal ini tidak terjadi pada resistensi antibiotik lantaran bakteri membentuk pertahanan baru dan lebih kebal sehingga tak merespon antibiotik. Sejatinya resistensi antibiotik dapat terjadi secara alamiah tanpa campur tangan makhluk lain. Akan tetapi resistensi antibiotik menjadi semakin cepat tegal penggunaan antibiotik yang tidak tepat, baik terhadap manusia maupun hewan.

Resistensi antibiotik mengakibatkan seseorang harus mendapatkan dosis antibiotik yang lebih besar bila terinfeksi bakteri. Apabila dengan dosis lebih besar dari sebelumnya tidak mampu lagi bekerja, perlu diberikan antibiotik kombinasi atau yang memiliki tingkat kekuatan lebih tinggi. Begitu seterusnya.

Masalahnya adalah jika resistensi terhadap antibiotik terus berlanjut hingga tidak ada antibiotik yang mampu melawan bakteri, maka infeksi tak dapat diatasi lagi. Kondisi ini terjadi pada infeksi seperti pneumonia, tuberkulosis, gonore yang kian sulit diobati karena resistensi antibiotik, sehingga antibiotik menjadi tidak efektif. Terlebih perkembangan untuk menemukan antiobiotik baru dengan kekuatan tinggi tidak secepat resistensi antibiotik yang kini terjadi.

Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan penggunaan antibiotik yang rasional, yakni sesuai infeksi yang diderita. Pemakaian yang sesuai aturan juga perlu diperhatikan. Pencegahan lain dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan makanan agar terhindar dari infeksi.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat ataupun berlebihan berisiko terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik menyebabkan seseorang semakin rentan terjangkit infeksi sehingga makin sering pula datang berobat. Peningkatan biaya untuk pengobatan juga makin tinggi, dan kematian dapat pula menjadi akibat yang tak terhindarkan.


Referensi:
World Health Organization. 2018. Antibiotic Resistance.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat Dewa yang Membawa Bara

( Mocha ) Anda mungkin tak asing dengan julukan obat dewa, sebutan yang disematkan pada obat yang dianggap manjur untuk segala macam penyakit. Terlebih, obat yang bukan golongan obat bebas ini mudah didapatkan di toko obat bahkan apotek tanpa resep dengan harga ekonomis. Jadi, klop kan? Ampuh, mudah, sekaligus murah. Namun, apakah benar obat dewa mampu mengatasi penyakit tanpa menyebabkan masalah yang lebih pelik? Kortikosteroid, itulah nama asli obat dewa. Kortikosteroid merupakan obat yang mulanya disintesis dari hormon steroid. Hormon steroid dihasilkan oleh dua kelenjar kecil di atas ginjal yang dinamai dengan kelenjar adrenal. Awalnya fungsi hormon steroid lama tak diketahui. Namun bila kelenjar adrenal terluka, terjadi penyakit defisiensi yang mengakibatkan kematian. Tiga orang yang akhirnya berhasil mengisolasi dan menganalisisnya adalah Edward Calvin Kendall, Tadeus Reichstein, dan Philip Showalter Hench pada pertengahan 1930-an. Kortikosteroid kemudian digunakan

Suplemen Makanan, Selalu Aman?

Pernah menemukan kalimat berikut? Suplemen makanan ini tidak dianjurkan digunakan lebih dari delapan minggu. Suplemen makanan ini mengandung pemanis buatan sukralos. Tidak dianjurkan digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Tiga kalimat di atas merupakan kalimat peringatan yang biasa dicantumkan di kemasan suplemen makanan. Peringatan tersebut dicantumkan bukan tanpa alasan. Meski bukan golongan obat yang digaungkan sebagai racun, suplemen makanan tidak selalu aman diminum. Jadi, apakah Anda pernah minum multivitamin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Apakah Anda yang sering mengonsumsi produk vitamin C untuk menjaga kondisi tubuh tetap bugar? Tidak jarang Anda menemukan deretan suplemen makanan digerai apotek maupun toko-toko, kota hingga desa. Tidak sedikit pula orang yang mengonsumsinya untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka. Memang, kondisi lingkungan yang kurang ramah akibat beragam polusi yang ditimbulkan manusia menyebabkan kesehatan fisik cepat membur

Penggunaan Obat yang Membatalkan Puasa

( Mocha ) Kedatangan Ramadan selalu disambut meriah oleh umat Muslim. Berbagai perayaan di sejumlah daerah digelar jelang Ramadan. Layaknya bulan panen pahala, pada bulan Ramadan Allah memberikan balasan berlipat atas amalan baik yang dilakukan hamba-Nya. Tidak salah bila bulan Ramadan menjadi bulan yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW. Salah satu amalan wajib selama bulan Ramadan adalah puasa. Puasa harus dilakukan setiap Muslim yang balig (cukup umur), berakal, dan mampu menjalankan puasa. Kita tentu berharap dapat menjalankan puasa dengan kondisi sehat. Namun bila sakit terlanjur menyerbu, apa yang harus dilakukan? Ada banyak jenis obat dengan beragam cara penggunaan, apakah semua jenis obat yang digunakan atau tindakan pengobatan tertentu dapat membatalkan puasa? Hasil seminar Fikih-Medis di Maroko tahun 1997 dengan tema “An Islamic View of Certain Contemporary Medical Issues” membolehkan penggunaan berbagai jenis obat tanpa membatalkan puasa. Puasa tid