Langsung ke konten utama

Cerdas Mengelola Obat di Rumah

http://hisfarsidiy.org

Hampir tiap bulan seseorang meminum obat, meski banyak pula orang yang berbulan-bulan tidak menggunakan obat—saya contohnya hehe. Entah obat dari pembelian bebas maupun yang menggunakan resep dokter. Apalagi untuk obat anak, sudah tentu banyak tersedia di kotak p3k (pertolongan pertama pada kecelakaan) di rumah.

Obat bebas yang diperoleh dari toko obat dan apotek atau obat yang dibeli tanpa resep dokter biasanya dipersiapkan di rumah untuk penanganan sakit dengan cara swamedikasi. Swamedikasi merupakan metode pengobatan sendiri tanpa pemantauan tenaga kesehatan, misalnya penggunaan obat sakit gigi, obat batuk, atau demam ringan.

Begitu pula dengan obat dari resep dokter, tidak semua obat akan habis sekali minum. Obat demam atau obat lain yang mengurangi rasa nyeri, parasetamol misalnya, hanya dikonsumsi ketika merasakan sakit tersebut. Apabila nyeri atau demam sudah tidak dirasa lagi, parasetamol disarankan agar tidak dikonsumsi kembali. Maka parasetamol sebaiknya disimpan selama tidak digunakan.

Beberapa obat juga harus disimpan dalam kondisi tertentu untuk menjaga kestabilannya sehingga tetap aman dan efektif saat digunakan kembali. Untuk menunjang hal tersebut, IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) telah membentuk suatu gerakan keluarga sadar obat (GKSO). Gerakan ini salah satunya berupa DAGUSIBU (dapatkan, gunakan, simpan, buang).

Pertama, dapatkan. Obat yang baik diperoleh dari toko obat atau apotek yang terjamin dan telah memenuhi persyaratan. Di apotek, obat dijaga dan disimpan sesuai kondisi yang diharuskan sehingga mutu obat tetap terpelihara. Dengan demikian kondisi obat tidak berubah dari pabrik hingga diterima tangan pengguna obat. Sehingga obat dapat tetap efektif mengatasi penyakit.

Kedua, gunakan. Menggunakan obat yang tidak tepat dapat berakibat buruk pada kesehatan pasien, khususnya anak-anak yang masih memiliki tubuh yang rentan. Penggunaan obat yang baik dapat didasarkan aturan pada brosur obat atau informasi yang disampaikan dokter atau apoteker. Namun tidak semua obat penggunaannya sama, bahkan hampir semua obat berbeda penggunaannya berdasarkan jenis dan kondisi pasien. 

Misalnya obat antibiotik, meskipun sakit yang diderita pasien telah sembuh, antibiotik tetap harus diminum sampai habis. Karena dosis yang diberikan dokter sesuai dengan pasien hingga pasien benar-benar sembuh yang ditandai dengan matinya bakteri penyebab penyakit sebab terbunuh oleh antibiotik.

Penggunaan antibiotik berbeda dengan obat analgesik dan antipiretik, seperti parasetamol. Obat ini hanya digunakan ketika pasien merasakan sakit dan nyeri atau demam. Sangat tidak disarankan menggunakan obat analgesik ketika tidak ada nyeri atau demam yang mesti diobati.

Ketiga, simpan. Obat yang diberikan dokter tidak hanya digunakan dalam sehari saja. Banyak obat diberikan pada pasien sampai satu minggu hingga satu bulan. Penyimpanan yang tidak tepat dapat mempengaruhi stabilitas obat sehingga menyebabkan obat menjadi rusak.

Mayoritas obat sebaiknya memang disimpan dalam suhu ruang, namun ada sebagian obat yang harus disimpan dalam lemari es—bukan di freezer—untuk menjaga obat tetap efektif. Kebanyakan obat tidak boleh terpapar sinar matahari langsung. Oleh karena itu, obat perlu disimpan di tempat tertutup dan kering. Obat juga harus disimpan di tempat aman, terhindar dari balita agar tidak dimakan sembarangan.

Dan yang terakhir keempat, buang. Jika obat telah rusak atau kedaluwarsa, maka obat tidak boleh digunakan. Obat yang rusak dan kedaluwarsa harus dibuang. Pembuangan obat tidak boleh sembarangan, agar tidak disalahgunakan. Obat yang akan dibuang dapat dibuka kemasannya, lalu obat direndam dengan air, dan hasil rendaman dipendam dalam tanah.


Alur dagusibu ini sangat berguna untuk menjaga keluarga khususnya anak, agar terhindar dari bahaya penggunaan obat yang salah. Apabila ada informasi yang belum jelas tentang obat, Anda dapat menanyakannya pada apoteker. Mereka adalah informan yang tepat mengenai obat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat Dewa yang Membawa Bara

( Mocha ) Anda mungkin tak asing dengan julukan obat dewa, sebutan yang disematkan pada obat yang dianggap manjur untuk segala macam penyakit. Terlebih, obat yang bukan golongan obat bebas ini mudah didapatkan di toko obat bahkan apotek tanpa resep dengan harga ekonomis. Jadi, klop kan? Ampuh, mudah, sekaligus murah. Namun, apakah benar obat dewa mampu mengatasi penyakit tanpa menyebabkan masalah yang lebih pelik? Kortikosteroid, itulah nama asli obat dewa. Kortikosteroid merupakan obat yang mulanya disintesis dari hormon steroid. Hormon steroid dihasilkan oleh dua kelenjar kecil di atas ginjal yang dinamai dengan kelenjar adrenal. Awalnya fungsi hormon steroid lama tak diketahui. Namun bila kelenjar adrenal terluka, terjadi penyakit defisiensi yang mengakibatkan kematian. Tiga orang yang akhirnya berhasil mengisolasi dan menganalisisnya adalah Edward Calvin Kendall, Tadeus Reichstein, dan Philip Showalter Hench pada pertengahan 1930-an. Kortikosteroid kemudian digunakan

Suplemen Makanan, Selalu Aman?

Pernah menemukan kalimat berikut? Suplemen makanan ini tidak dianjurkan digunakan lebih dari delapan minggu. Suplemen makanan ini mengandung pemanis buatan sukralos. Tidak dianjurkan digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Tiga kalimat di atas merupakan kalimat peringatan yang biasa dicantumkan di kemasan suplemen makanan. Peringatan tersebut dicantumkan bukan tanpa alasan. Meski bukan golongan obat yang digaungkan sebagai racun, suplemen makanan tidak selalu aman diminum. Jadi, apakah Anda pernah minum multivitamin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Apakah Anda yang sering mengonsumsi produk vitamin C untuk menjaga kondisi tubuh tetap bugar? Tidak jarang Anda menemukan deretan suplemen makanan digerai apotek maupun toko-toko, kota hingga desa. Tidak sedikit pula orang yang mengonsumsinya untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka. Memang, kondisi lingkungan yang kurang ramah akibat beragam polusi yang ditimbulkan manusia menyebabkan kesehatan fisik cepat membur

Penggunaan Obat yang Membatalkan Puasa

( Mocha ) Kedatangan Ramadan selalu disambut meriah oleh umat Muslim. Berbagai perayaan di sejumlah daerah digelar jelang Ramadan. Layaknya bulan panen pahala, pada bulan Ramadan Allah memberikan balasan berlipat atas amalan baik yang dilakukan hamba-Nya. Tidak salah bila bulan Ramadan menjadi bulan yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW. Salah satu amalan wajib selama bulan Ramadan adalah puasa. Puasa harus dilakukan setiap Muslim yang balig (cukup umur), berakal, dan mampu menjalankan puasa. Kita tentu berharap dapat menjalankan puasa dengan kondisi sehat. Namun bila sakit terlanjur menyerbu, apa yang harus dilakukan? Ada banyak jenis obat dengan beragam cara penggunaan, apakah semua jenis obat yang digunakan atau tindakan pengobatan tertentu dapat membatalkan puasa? Hasil seminar Fikih-Medis di Maroko tahun 1997 dengan tema “An Islamic View of Certain Contemporary Medical Issues” membolehkan penggunaan berbagai jenis obat tanpa membatalkan puasa. Puasa tid