Langsung ke konten utama

Penggunaan Obat yang Membatalkan Puasa

(Mocha)

Kedatangan Ramadan selalu disambut meriah oleh umat Muslim. Berbagai perayaan di sejumlah daerah digelar jelang Ramadan. Layaknya bulan panen pahala, pada bulan Ramadan Allah memberikan balasan berlipat atas amalan baik yang dilakukan hamba-Nya. Tidak salah bila bulan Ramadan menjadi bulan yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW.

Salah satu amalan wajib selama bulan Ramadan adalah puasa. Puasa harus dilakukan setiap Muslim yang balig (cukup umur), berakal, dan mampu menjalankan puasa. Kita tentu berharap dapat menjalankan puasa dengan kondisi sehat. Namun bila sakit terlanjur menyerbu, apa yang harus dilakukan? Ada banyak jenis obat dengan beragam cara penggunaan, apakah semua jenis obat yang digunakan atau tindakan pengobatan tertentu dapat membatalkan puasa?

Hasil seminar Fikih-Medis di Maroko tahun 1997 dengan tema “An Islamic View of Certain Contemporary Medical Issues” membolehkan penggunaan berbagai jenis obat tanpa membatalkan puasa. Puasa tidak batal selama obat tidak masuk melalui mulut dan masuk ke dalam saluran cerna.

Perkenan yang disebutkan diantaranya penggunaan obat topikal; obat sublingual; obat yang disuntikkan melalui vena, kulit, sendi, otot, kecuali makanan yang melalui vena; obat tetes mata dan telinga; obat kumur tanpa tertelan; obat anestesi dan gas oksigen; serta obat yang digunakan melalui vagina dan dubur. Cuci darah menggunakan lapisan perut dan donor darah juga tidak membatalkan puasa. Namun, terdapat pendapat lain terkait hasil seminar tersebut.

Kitab Fikih Fat al-Qarīb menjelaskan terdapat 10 yang dapat menyebabkan puasa seseorang batal. Diantara 10 hal yang diuraikan di sana, ada dua pokok yang memiliki hubungan dengan pengobatan. Keadaan pertama yaitu jika ada segala sesuatu masuk secara sengaja melalui lubang tubuh terbuka yang berkesinambungan dengan lambung. Kondisi ini secara umum dapat dimaknai dengan aktivitas makan dam minum, sehingga mengonsumsi obat melalui mulut pasti membatalkan puasa karena akan masuk ke dalam lambung.

Hasil gambar untuk pertemuan mulut dan hidung di faring
Simpangan saluran mulut dan hidung di faring (Sinhejerryi)

Lubang tubuh lain yang berhubungan dengan mulut sehingga dapat mencapai lambung ialah hidung dan telinga. Pertemuan antara saluran hidung dengan mulut berada di daerah faring (hulu kerongkongan), sementara lubang telinga bersimpangan dengan jalur mulut di saluran eustachius. Dengan demikian penggunaan obat melalui hidung dan telinga juga dapat menyebabkan puasa seseorang batal, sebab keduanya berhubungan dengan jalur mulut yang memiliki akses langsung ke rongga lambung.


Pertemuan telinga dan mulut di hilir saluran eustachius (Katelyn McDonald)

Berbeda dengan penggunaan tetes mata. Mata tidak memiliki saluran langsung dengan mulut, oleh karenanya penggunaan tetes mata tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, menurut mazhab Maliki penggunaan sipat atau celak mata dapat membatalkan puasa. Pun demikian puasa menjadi batal sebab penggunaan tetes mata berdasar mazhab Maliki tadi.

Penggunaan obat pada permukaan kulit seperti salep, krim, gel, atau plester tidak membatalkan puasa. Mayoritas obat tersebut hanya berefek di area sekitar pemakaian dan besar kemungkinan tidak mencapai rongga perut. Lain pula dengan penggunaan obat sublingual (obat yang diselipkan di bawah lidah). Meskipun obat sublingual terserap langsung ke pembuluh darah yang terdapat di bawah lidah, dikhawatirkan ada bahan obat yang terbawa ludah dan masuk kerongkongan. Sehingga obat sublingual tidak digunakan saat puasa.

Perkara lain yang membatalkan puasa dalam Fat al-Qarīb ialah melakukan pengobatan pada kemaluan dan dubur. Dalam pengobatan dikenal istilah obat intravaginal dan intrarektal. Obat yang dimasukkan melalui vagina disebut obat intravaginal, sedangkan obat intrarektal digunakan lewat rektum atau dubur. Kedua jenis obat ini biasanya berbentuk padat seperti torpedo dinamai suppositoria. Ada pula obat yang berkonsistensi cair atau gel disebut enema. Penggunaan suppositoria dan enema seperti tertuang dalam Fat al-Qarīb dapat membatalkan puasa.

Terdapat banyak pertimbangan berkaitan dengan penggunaan injeksi (suntik dan infus). Suntikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada suntik melalui pembuluh darah vena, suntik lewat otot, suntik melalui sendi, atau suntik di lapisan kulit saja. Beragam cara suntik ini tidak membatalkan puasa lantaran tidak melalui lubang tubuh terbuka. Sementara infus sejatinya tidak membatalkan puasa karena cara yang digunakan tidak berbeda dengan suntik. Namun seringkali infus mengandung unsur makanan yang dapat menyegarkan tubuh, maka sebaiknya penggunaan infus saat puasa dihindari.

Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta memutuskan bahwa penggunaan suntik obat apalagi makanan dapat membatalkan puasa. Alasan yang dikemukakan dengan pertimbangan kehati-hatian dalam beribadah. Pada dasarnya penggunaan suntik sama halnya dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, sehingga sama dengan memasukkan sesuatu ke mulut.

Bagi Muslim yang masih ragu terhadap batal tidaknya puasa saat harus menggunakan obat dengan metode tertentu, pertimbangkan tingkat kebutuhan dan waktu penggunaan. Dokter atau apoteker dapat diminta untuk membantu mengkaji penggunaan obat yang tepat. Apabila penggunaan obat tidak dapat ditunda hingga malam di bulan Ramadan, sebaiknya untuk sementara tidak puasa. Namun bila tidak terdesak dan obat dapat digunakan saat malam hari, ada baiknya obat digunakan usai waktu maghrib tiba sehingga tetap dapat berpuasa dengan tenang.

Allah memberikan keringanan untuk tidak menjalankan puasa Ramadan bagi orang yang sedang berhalangan. Halangan yang dimaksud seperti sedang sakit, hamil, atau dalam perjalanan. Orang yang berhalangan menjalankan puasa Ramadan tetap harus menjalankan puasa—atau membayar fidiahdi lain bulan Ramadan. Wallāhu a’lam


Referensi:
Amin, Syaifullah. 2013. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta. 2016. Fatwa Hukum Suntik bagi Orang yang Berpuasa

Muammad ibn Qāsim al-Ghazī. 201. Fat al-Qarīb al-Mujīb, hal.25-26. Indonesia: Dār Iyā’ al-Kutub al-‘Arabiyyah.


Islamic Organization for Medical Sciences (IOMS). 1997. Recommendations of the 9th Fiqh-Medical Seminar on “An Islamic View of Certain Contemporary Medical Issues”. Casablanca.


Redaksi. 2012. Suntik dan Infus saat Puasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat Dewa yang Membawa Bara

( Mocha ) Anda mungkin tak asing dengan julukan obat dewa, sebutan yang disematkan pada obat yang dianggap manjur untuk segala macam penyakit. Terlebih, obat yang bukan golongan obat bebas ini mudah didapatkan di toko obat bahkan apotek tanpa resep dengan harga ekonomis. Jadi, klop kan? Ampuh, mudah, sekaligus murah. Namun, apakah benar obat dewa mampu mengatasi penyakit tanpa menyebabkan masalah yang lebih pelik? Kortikosteroid, itulah nama asli obat dewa. Kortikosteroid merupakan obat yang mulanya disintesis dari hormon steroid. Hormon steroid dihasilkan oleh dua kelenjar kecil di atas ginjal yang dinamai dengan kelenjar adrenal. Awalnya fungsi hormon steroid lama tak diketahui. Namun bila kelenjar adrenal terluka, terjadi penyakit defisiensi yang mengakibatkan kematian. Tiga orang yang akhirnya berhasil mengisolasi dan menganalisisnya adalah Edward Calvin Kendall, Tadeus Reichstein, dan Philip Showalter Hench pada pertengahan 1930-an. Kortikosteroid kemudian digunakan

Suplemen Makanan, Selalu Aman?

Pernah menemukan kalimat berikut? Suplemen makanan ini tidak dianjurkan digunakan lebih dari delapan minggu. Suplemen makanan ini mengandung pemanis buatan sukralos. Tidak dianjurkan digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Tiga kalimat di atas merupakan kalimat peringatan yang biasa dicantumkan di kemasan suplemen makanan. Peringatan tersebut dicantumkan bukan tanpa alasan. Meski bukan golongan obat yang digaungkan sebagai racun, suplemen makanan tidak selalu aman diminum. Jadi, apakah Anda pernah minum multivitamin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Apakah Anda yang sering mengonsumsi produk vitamin C untuk menjaga kondisi tubuh tetap bugar? Tidak jarang Anda menemukan deretan suplemen makanan digerai apotek maupun toko-toko, kota hingga desa. Tidak sedikit pula orang yang mengonsumsinya untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka. Memang, kondisi lingkungan yang kurang ramah akibat beragam polusi yang ditimbulkan manusia menyebabkan kesehatan fisik cepat membur