(Mocha) |
Dibandingkan dengan banyak penyakit lain, diare termasuk penyakit yang sering diremehkan oleh sejumlah orang. Memang, sebenarnya diare merupakan penyakit ringan. Akan tetapi, di sisi lain sifat sepele penyakit ini, diare dapat berujung ke rumah sakit hingga mengakibatkan kematian.
Diare
menjadi penyebab kedua kematian balita di dunia. Di Indonesia, diare masih
menjadi masalah di berbagai daerah. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, balita menjadi kelompok umur paling tinggi menderita diare. Insiden
tertinggi diare terjadi di provinsi Aceh, Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten.
Bayangkan, megapolitan Ibukota Jakarta pun termasuk provinsi dengan peringkat
lima besar terkait insiden diare yang dianggap remeh.
Tahun
2008, diare dan penyakit pencernaan menjadi penyebab tertinggi pasien rawat
inap di rumah sakit. Dari beberapa data Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dari tahun ke tahun, diare juga masih menjadi penyebab utama kematian
balita di Indonesia. Penanganan diare yang tidak tepat menjadi sebab utamanya.
Dapat
dikatakan diare apabila seseorang mengalami buang air besar (BAB) lebih dari
tiga kali dalam sehari dengan konsistensi tinja encer. Diare dapat terjadi
karena keracunan makanan, infeksi mikroba, efek akibat penggunaan obat tertentu,
atau alergi. Diare termasuk penyakit menular. Penularan diare dapat melalui
tangan, lalat, cairan, dan tanah. Meskipun dapat mudah menular, jika imunitas
anak cukup kuat, maka anak tidak lekas mengalami diare.
Salah
satu gejala yang timbul akibat diare tapi jarang diperhatikan oleh orang tua
anak adalah dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena tubuh terlalu banyak
mengeluarkan air dan elektrolit bersamaan dengan tinja. Oleh karena itu, tinja
menjadi encer. Air dan elektrolit dibutuhkan tubuh untuk menjalankan berbagai metabolisme
dalam tubuh seseorang. Dehidrasi inilah yang sering berakhir pada kematian anak
akibat diare.
Ada
tiga hal yang dapat dilakukan orang tua ketika anak mengalami diare, yaitu
pemberian oralit osmolaritas rendah, zinc, dan makanan. Penanganan utama saat
anak mengalami diare adalah dengan memberikan oralit sebagai pengganti cairan
dan elektrolit tubuh yang hilang untuk mencegah dehidrasi. Oralit disarankan
diminum setiap selesai buang air besar untuk mengganti cairan yang hilang saat
BAB. Oralit yang digunakan sebaiknya memiliki osmolaritas—kandungan zat per liter—rendah sehingga
mengurangi rasa mual dan muntah pada anak. Oralit osmolaritas rendah memiliki
total osmolaritas sebesar 245 mOsm/L.
Oralit
berosmolaritas rendah dapat diperoleh di apotek. Apabila oralit osmolaritas
rendah tidak diperoleh, anak dapat diberi cairan rumah tangga seperti air
tajin, kuah sayur, atau air matang yang mudah diperoleh di rumah. Cairan rumah
tangga ini juga dapat membantu mengurangi kehilangan cairan selagi menunggu
mendapatkan oralit berosmolaritas rendah.
Selain
oralit, zinc juga harus segera diberikan. Zinc dapat mengurangi durasi dan
tingkat keparahan diare, menurunkan frekuensi buang air besar, dan mengurangi
volume tinja. Zinc tetap diberikan sampai 10 hari meskipun diare anak telah
sembuh. Penggunaan Zinc selama 10-14 hari dapat meningkatkan imunitas tubuh
anak sehingga mengurangi tingkat kekambuhan diare pada tiga bulan selanjutnya. Zinc
diberikan dengan cara melarutkan tablet dalam satu sendok matang atau air susu
ibu (ASI). Setelah zinc terlarut, dapat segera diberikan ke anak.
Selama
diare, ASI harus tetap diberikan, bahkan diberikan lebih sering untuk menambah nutrisi
anak. Anak yang minum susu formula juga dianjurkan minum susu lebih sering
daripada biasanya. Selain itu, anak tetap diberi makanan yang mudah dicerna
meskipun agak susah membujuk anak untuk makan.
Penggunaan
oralit dan zinc yang tepat sesuai kebutuhan anak dapat ditanyakan secara
langsung pada apoteker. Jika kondisi anak menjadi lebih parah atau tidak
membaik setelah tiga hari, sebaiknya anak segera dibawa ke puskesmas atau dokter
untuk mendapatkan penanganan selanjutnya.
Referensi:
Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta.
United
Nations Children’s Fund. 2018. Diarrhoea Remains A Leading Killer of YoungChildren, Despite the Availability of Simple Treatment Solution.
World Health
Organization. 2005. The Treatment of Diarrhoea: A Manual For Physicians and
Other Senior Health Workers 4th rev.
Komentar
Posting Komentar